Cerpenya anak sepatu
Setelah jam pelajaran kimia berakhir anak - anak tidak segera keluar kelas. Ketua kelas XI IPA 1, kelasku, mengisyaratkan agar kami tetap duduk di tempat masing- masing. Hari ini akan ada rapat mengenai kandidat yang akan di utus untuk mengikuti lomba yang di selenggarakan oleh pengurus OSIS untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad S.A.W.
ada 6 lomba yang harus diikuti oleh seluruh kelas di SMA 1 Mangunjaya. Lomba baca puisi, qiro'ah (membaca al qur'an) lomba rampak bedu, debating ,dakwah, dan yang terakhir adalah membuat tumpeng. Semuanya wajib diikuti kalau tidak ingin malu dari kelas lain.
"Menurut pengalaman lomba tahun kemarin, saya sudah punya calon untuk beberapa lomba. Lomba dakwah atau ceramah diikuti oleh Agus ,debating oleh puji dan saya. Kalu untuk lomba yang lain adakah yang mau usul ?". Junata sang ketua kelas mulai berbicara di depan kelas anak - anak mulai berisik.
“Aku emang lagi ga enak hati, Ji. Aku nggak siap ikut
lomba. Di rumah aku baca puisi dengan baik dan lantang ,tapi lain ceritanya
kalau di sekolah. Apalagi kalau diliatin banyak orang.”
“Aku aja yang ikut lomba baca
puisinya, gimana ? kamu nggak keberatan kan? “ Hatiku bersorak saat puji
berkata begitu. Tanpa diminta dia sundah minta duluan. Tentu saja aku setuju. Aku
tahu nilai puji cukup baik dalam membaca puisi.
" Jun, tahun kemarin aku kalah waktu mewakili kelas X.1 masa sekarang mau di suruh lomba lagi. Saingan kita bagus - bagus saya nggak bisa baca dalil dengan di qirokan . kamu aj yang lomba secara kamu anak pesantren" tiba - tiba agus berbicara panjang lebar mengungkapkan keberatannya. tahun kemarin Agus memang tidak berhasil menjuarai lomba.
" Izin berbicara" Sarif, orang yang "dituakan" di kelas kami mengangkat tangan. Setelah dipersilakan oleh Junata, dia berbicara. "Saudara Junata, anda kan anak pesantren, kami tau, murid kelas lain pun tau, bahkan guru - guru tau kualitas anda sebagai nak pesantren. Bagaimana kalau anda saja yang mewakili lomba dakwah?" dengan gayanya sok berwibawa Sarif mengutarakan usulnya beberapa anak mulai berkata" setuju - setuju !."
" Trus bagaimana dengan lomba debating ? ada yang mau mewakili ? anak- anak diam. Bener juga perkataan Junata.kalau dia ikut lomba dakwah, yang debating siapa ? peserta lomba debat harus putra - putri . Materi lomba adalah mengenai Agama Islam. sedangkan yang pengetahuan agamanya luas dan pintar berbicara di kelas kami hanya Junata yang lain juga bisa bicara, tapi kalu pengetahuan agamanya munis percuma saja.
" Jun, izin bicara ! lomba dakwah kan hari selasa sedangkan debating hari rabu. Jadi kamu bisa ikut keduanya. lagi pula nggak ada larangan mengikuti 2 lomba oleh satu orang yang sama. Gimana, yang lain setuju ?" aku angkat bicara. Teman - temanku menjawab ,"setuju !"
" Oke, kalu begitu saya juga setuju. sekarang tinggal wakil lomba baca puisi dan qiro'ah untuk rampag bedug diwakili oleh semua anak laki- laki. Untuk tumpeng dilaksanakan hari kamis. Tinggal ditentukan masaknya di rumah siapa. Semua anak dilema lagi setelah mendengar penuturan Junata. Aku juga kurang tau siapa yang bisa qiro. Kayaknya ngak ada, kecuali Junata lagi. Masa semua lomba dia yang mewakili ?
" Tri aja yang baca Al Qur'an suaranya bagus ko" dari arah belakang tanpa basa - basi Rahma mengusulkan Tri. Yang ditunjuk senyam - senyum saja. "Ikh, apaan Tri nggak bisa. Rahma apa si . . Ngak - ngak bohong tuh..."
Tri menolak. Tapi penolakan dia seolah berarti, "aku mau ko" biasa penyakit kronis artis beken ini, malu - malu tapi mau. tapi masa iyah Tri bisa Qiro'ah. Bukanya merendahkan atau suudzon. Tri pindahan dari kebumen dan dia pernah cerita kalu di sekolah lamanya berbaur dengan agama - agama lain belum lagi gayanya yang sok artis membuat teman - teman ku yang lain nggak yakin kalu Tri bisa Qiro'ah.
Setelah melalui musyawarah yang panjang , akhirnya di ambil keputusan Tri wakil lomba Qiro'ah, membuat tumpeng di rumah Lia, dan keputusan yang paling ku benci, aku di daulat sebagai wakil untk lomba baca puisi niali Bahasa ku selalu bagus.
***
Aku segera berlari menuju perpustakaan setalh bel istirahat pertama berdentang. Waktu istirahat pertama memang cukup singkat 15 menit saja untuk jarak antara ruangan Bahasa Inggris cukup dekat hanya terhalang lapangan basket.
Aku melepar senyum pada penjaga perpustakaan lalu segera menuju rak buku bagian majalah. Aku sedang mencari pusisi religi untuk yang di baca pada lomba nanti. Kebetulan di sebuah majalah sastra aku pernah membaca puisi semacam itu. Tak berapa lama kemudian aku menemukannya.
Masih ada waktu sekitar lima menit setela aku meminjam buku di perpustakaan. Kalau waktu istirahaat lama pasti aku akan menbaca dulu di perpus. akan tetapi jadwal selanjutnya adalah kimia. Ruang kimia terletak di bagian utara paling ujung di sekolahku. Aku tak ingin terlambat masuk ruangan itu karena semua penghuni sekolah tau kalau Bu Lusy, guru kimia kami, merupakan guru yang tidak menoleransikata " terlambat"
Oh ya, sekolahku SMA N 1 manggungjaya menggunaan system moving class untuk proses KBM. jadi setiap mata pelajaran mempunyai ruangan masin - masing. Oleh karaena itu semua siswa akan pindah
- pindah kelas sesuai dengan dengan jadwal pelajarannya. Meski demikian setiap kelas memounyai kelas masing - masing. Misalnya saja kelasku XI IPA 1, bertempat di ruangan kimia.
***
Hari pelaksanaan lomba tiba. Aku hervous, sejak pagi hatiku tak tenang. Aku merasa aku tak sanggup untuk berlomba. Aku memang udah grogi di depan umum. Aku membayang kan saat lomba nanti pasti suaaku gemetar. Jujur aku sangat tidak menginginkan lomba ini di wakili oleh ku.
"Ela, tangan kamu dingin banget, Hmm . . . aku tau nih, pasti grogi kan ?" puji, teman ku tiba - tiba datang dan memegang tangan ku. " Tuh kan ouji aja tau kalau aku lagi grogi. Ah, memang bukan rahasia kalau diingat PPkn q sangat rendah.
***
Junata marah saaat dia tahu kalau
puji menggantikanku. Hal ini di luar persetujuannya. Dan orang yang jadi
sasaran kemarahannya adalah aku. Akan tetapi puji sudah terlanjur ke ruang seni
budaya, tempat diadakannya lomba baca puisi.
“ Maaf Jun, tapi ini “urgent”
banget. Kita harus menampilkan yang terbaik. Udahlah, lagian teman – teman yang lain nggak keberatan. Aku yakin
itu .” aku mencoba berkilah. Kulanjutkan perkataanku “ kamu nggak liat wajah
aku pucat begini. Kalau aku yang lomba pasti kacau deh. Yang ada nanti malah
pingsan duluan .”
Akhirnya Junata luluh juga. Mungkin
dia berpikir kalau perkataanku ada benarnya juga. Lagi pula semua ini adalah untuk
kebaikan kelas ini.
***
Perlombaan telah usai. Hasil lomba
akan di umumkan pada puncak acara yaitu hari jum’at. Pihak panitia telah
mengundang Ustad yang cukup ternama do daerah Mangunjaya untuk mengisi acara
peringatan Mmaulid Nabi Muhammad S.A.W. biasanya semua siswa dikumpulkan di
aula untuk mendengarkan ceramah dari Ustad tersebut.
Pukul 08.00 WIB semua siswa sudah
berada di aula. Begitu juga aku dan teman sekelasku. Sebelum masuk ke ceramah
akan diumumkan pemenang – pemenang lomba terlebih dahulu. MC naik ke atas
panggung dan membuka acara. Setelah bercuap – cuap barulah MC yang berdiri dari
siswa laki – laki dan perempuan itu menyebutkan nama – nama pemenangnya.
Kami bersorak saat MC menyebut
nama Puji sebagai pemenang lomba baca puisi. Disusul dengan juara 2 lomba debat
perihal agama. Dan yang paling menegjutkan adalah Tri berhasil meraih juara Ke
-3. Tak kusangka ternyata “artis” itu hebat juga. Puncak dari euphoria kelas
kami adalah kelas kami berhak menjadi juara pertama lomba membuat dan menghias
tumpeng.
Aku semakin bangga menjadi
penghuni kelas IX IPA 1 . meski ada sedikit ganjalan di hatiku mengenai krisis
PD ku. Seandainya aku yang ikut loma itu pasti kami tak akan menyabet banyak
juara. Tapi hal ini ku anggap sebagai pembuktian kalau aku pengecut. Sejak saat
itu aku bertekad dalam hati untuk memperbaikiki diri, Aku juga ingin
mempersembahkan yang terbaik untuk kelas yang ku huni.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar